Nama : Farida ArianiNim : 1005065062Prodi : Pend. Ekonomi |
Teori – Teori Pemunngutan Pajak
Teori yang memisahkan hak negara memungut pajak :
1. Teori
Asuransi
Dalam
perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi. Premi tersbut dimaksudkan sebagai
pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala kepentingannya, misalnya
keselamatan atau keamanan harta bendanya. Teori asuransi ini menyamakan
pembayaran premi dengan pajak. Walaupun kenyataannya menyatakan hal tersebut
dengan premi tidaklah tepat.
2. Teori
KepentinganTeori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut
dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan setiap
orang pada tugas pemerintah termasuk perlindungan jiwa dan raganya. Oleh karena
itu, pengeluaran negara untuk melindunginya dibebankan pada masyarakat
3. Teori Gaya
Pikul
Teori ini
mengandung bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang
diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa perlindungan jiwa dan harta
bendanya. Oleh karena itu, untuk kepentingan perlindungan, maka masyarakat akan
membayar pajak menurut daya pikul seseorang.
4. Teori Asas
Daya Beli
Teori ini
didasarkan pada pendapat bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat dianggap
sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan kepentingan individu atau
negara sehingga lebih menitikberatkan pada fungsi mengatur.
Asas – Asas
Pemungutan Pajak
Asas-asas pemungutan pajak adalah asas
untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang
mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
Menurut Adam Smith dalam
bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four
Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
1. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau
asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak
diskriminatif terhadap wajib pajak.
2. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak
harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi
hukum.
3. Asas Convinience of Payment (asas
pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut
pada saat yang tepat bagi wajib pakak (saat yang paling baik), misalnya disaat
wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima
hadiah.
4. Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya
pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya
pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
Menurut W.J. Langen, asas
pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
1.
Asas daya pikul: besar
kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib
pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
2.
Asas manfaat: pajak yang
dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat
untuk kepentingan umum.
3.
Asas kesejahteraan: pajak yang
dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
4.
Asas kesamaan:
dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus
dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
5.
Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan
pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan
nilai obyek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
Menurut Adolf Wagner, asas
pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
1.
Asas politik finansial: pajak yang
dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua
kegiatan negara
2.
Asas ekonomi: penentuan
obyek pajak harus tepat, agar pemungutan pajak jangan sampai menghalangi
produksi dan perekonomian rakyat Misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk
barang-barang mewah
3.
Asas keadilan yaitu
pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama
diperlakukan sama pula.
4.
Asas administrasi: menyangkut
masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan
penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
5.
Asas yuridis segala pungutan
pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
Menurut Era Saligman, empat asas atau
prinsip pemungutan pajak adalah:
1.
Asas/Prinsip fiskal: pajak yang
dipungut negara adalah untuk memastikan stabilitas fiskal nasional.
2.
Asas/Prinsip ekonomis: pajak
dipungut dengan memperhatiakan kekuatan ekonomi rakyat wajib pajak.
3.
Asas/Prinsip
etika yaitu pungutan pajak diberlakukan secara luwes dan beretika
sehingga tidak menyinggung kehormatan dan martabat wajib pajak.
4.
Asas/Prinsip administratif: menyangkut masalah
administrasi perpajakan
Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai
landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1. Asas domisili
atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle),
berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan
yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk
kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk
(resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan
berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari
mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya
bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak
terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan
konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara
itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide
income concept).
2.
Asas sumber; negara yang menganut asas sumber akan
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan
pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang
bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas
ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang
atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi
landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal
dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka
dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah
Indonesia.
3.
Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga
asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle). Dalam
asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status
kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan.
Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan
yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili,
sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan
dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan
pajak atas world wide income.
Tata Cara Pemungutan
Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
1. Stelsel Nyata
Pengenaan
Pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), pemungutan dilakukan pada
akhir tahun pajak setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. Pajak lebih
realistis tapi baru dapat dikenakan di akhir periode.
2. Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)
Pengenaan
pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur Undang-Undang. Tanpa menunggu
akhir tahun dan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya.
3. Stelsel Campuran
Merupakan
kombinasi antara stelsel Nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun dihitung
berdasarkan anggapan dan akhir tahun disesuaikan dengan keadaan yang
sebebnarnya.
Sistem Pemungutan
Pajak
Dalam melakukan pungutan pajak terdapat beberapa macam cara
atau sistem pemungutan pajak, yaitu :
1.
Sistem Pemungutan Proporsional
Sistem
pemungutan proporsional adalah pukul rata prosentase pajak yang dikenakan untuk
semua objek pajak. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai / PPN di mana semua
harga barang di tingkat akhir dikenakan pajak PPN adalah sama sebesar 10%. (10
- 10 - 10 - 10)
2.
Sistem Pemungutan Progresif
Sistem
pemungutan progresif adalah menaikkan persentase pajak yang kena dan harus
dibayar sesuai kenaikan objek pajak. Kenaikan prosentasenya sesuai dengan
kenaikan objek pajak yang kena pajak. (10 - 20 - 30 - 40).
3.
Sistem Pemungutan Regresif
Sistem
pemungutan regresif adalah menurunkan persentase pajak yang kena dan harus
dibayar sesuai penurunan objek pajak. Jenis pemungutan pajak ini kebalikan dari
sistem pemungutan pajak progresif. (10 - 8 - 6 - 4).
4.
Sistem Pemungutan Degresif
Sistem
pemungutan degresif adalah menaikkan persentase pajak yang kena dan harus
dibayar sesuai kenaikan objek pajak, namun besarnya persentase kenaikan pajak
semakin menurun dari tingkat ke tingkat. Sistem ini mirip dengan sistem
progresif, namun kenaikan prosentase akan semakin kecil walaupun prosentasenya
naik. (10 - 18 - 24 - 28)
Sistem Pemungutan Pajak Yang diterapakan Di
Indonesia sebagai berikut :
1.
Official Assessment System
Adalah
suatu sisitem pemungutan yang memberik wewenang kepada pemerintah (fiskus)
untuk menuntukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. PBB menganut sistem ini, karena besarnya pajak yang terutang dihitung dan ditetapkan
oleh fiskus melalui Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT).
·
Ciri-cirinya:
A.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terutang ada pada fiskus.
B.
Wajib Pajak bersifat pasif.
C.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan
pajak oleh fiskus.
2.
Self Assessment System
Adalah
suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewang kepada Wajib Pajak untuk
menuntukan sendiri besarnya Pajak yang terutang. Fiskus hanya berperan untuk
mengawasi, misalnya melakukan penelitian apakah Surat Pemberitahuan (SPT) telah
diisi dengan lengkap dan semua lampiran sudah disertakan, meneliti kebenaran
penghitungan dan meneliti kebenaran penulisan. Untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan
kebenaran data yang terdapat di SPT wajib pajak,
fiskus dapat melakukan pemeriksaan.
·
Ciri-cirinya :
A. Wewenang
untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak itu sendiri.
B. Wajib
Pajak Aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang.
C. Fiskus
tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. With
Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan pula Wajib Pajak yang bersangkutan
) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh si Wajib Pajak. Pihak
ketiga yang wajib menghitung, menetapkan, menyetorkan dan melaporkan pajak yang sudah dipotong/dipungut
·
Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya
pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar