Sabtu, 30 Oktober 2010

GENERALISASI

GENERALISASI
1.       Pengertian Generalisasi
Generalisasi dalam ilmu mantiq disebut istiqro' atau istinbat). Generalisasi adalah istidlal yang di dasarkan atas memepelajari terhadap sesuatu yang kecil dengan sunggug-sungguh darinya aqal bisa mengambil kesimpulan umum.[1] Atau yang lebih umum mengenai Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. [2] Dengan begitu, hukum yang disimpulkan dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki, oleh karena itu, hukum yang dihasilkan oleh penalaran generalisasi tidak pernah sampai kepada kebenaran pasti tetapi hanya sampai kepada kebenaran kemungkinan besar. 
Di dalam buku Logika, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. (Mundiri, 1994:127)
Menurut Gorys Keraf dalam buku Argumentasi dan Narasi, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. (GorysKeraf, 1994:43) 
Sama halnya dalam buku Dasar-dasar Logika yang menyatakan bahwa generalisasi adalah suatu penalaran yang menyimpulkan suatu kesimpulan bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi empiris.
Generalisasi secara sederhana adalah menempatkan semua masalah setipe pada opini yang sama. Generalisasi merupakan pengungkapan opini terhadap masalah secara pragmatis, tidak mau menelaah bahwa setiap masalah belum tentu mempunyai kondisi sama alias mungkin berbeda. Berbagai pengertian generalisasi :

Ø  Generalisasi adalah perluasan suatu aplikasi yang meliputi suatu daerah object yang lebih besar dengan jenis yang berbeda atau jenis yang sama.
Ø  Generalisasi adalah berhubungan dengan bagaimana satu orang yang mempunyai ciri dan sifat yang berdekatan digeneralisasikan dengan melekatkan pada ciri-ciri yang sama.
Ø  Penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi empirik itu disebut generalisasi
Ø  Generalisasi dalam kamus bahasa Indonesia:
1.      Perihal membentuk gagasan atau simpulan umum dari suatu kejadian, hal, dsb.
2.      Perihal membuat suatu gagasan lebih sederhana daripada yang sebenarnya (panjang lebar dsb).
3.      Perihal membentuk gagasan yang lebih kabur.
4.      Penyamarataan
v  Contoh dari generalisasi :
1.      aluminium jika dipanaskan akan memuai
2.      besi jika dipanaskan akan memuai
3.      tembaga jika dipanaskan akan memuai
4.      nikel jika dipanaskan akan memuai
 Generalisasinya yaitu semua logam jika dipanaskan akan memuai.

2.         Macam-macam Generalisasi
Dari segi kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.             Generalisasi sempurna adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Contoh: sensus penduduk.
2.             Generalisasi tidak sempurna atau sebagian adalah generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki  Generalisasi tidak sempurna ini tidak menghasilkan kesimpulan sampai ke tingkat pasti sebagaimana generalisasi sempurna, tetapi corak generalisasi ini jauh lebih praktis dan lebih ekonomis dibandingkan dengan generalisasi sempurna. Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantaloon.
Ø  Prosedur pengujian generalisasi tidak sempurna
Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar.
Prosedur pengujian atas generalisasi tersebut adalah :
1.     Jumlah sampel yang diteliti terwakili.
2.     Sampel harus bervariasi.
3.     Mempertimbangkan hal-hal yang menyimpang dari fenomena umum/ tidak umum.
Jika kita berbicara tentang generalisasi tidak sempurna, yang dimaksud adalah generalisasi tidak sempurna. Karena populernya generalisasi ini oleh para ahli logika disebut sebagai induksi tidak sempurna untuk menyebut bahwa tehnik ini paling banyak digunakan dalam penyusunan pengetahuan.( Mundiri, 1994 : 129 )
Dari segi sifat yang dimilikinya, induksi tidak sempurna dibagi 2 macam, dalam kekuatan putusan yang ternyata :
A.    Dalam ilmu alam (sciences) putusan yang tercapai melalui induksi tidak sempurna ini berlaku umum, mutlak jadi tak ada kecualinya. Hukum alam berlaku dengan pasti.Hukum alam juga boleh disebut berlaku umum-mutlak (dalam lingkungan alam itu). Hukum kepastian dan kemutlakan ini hanya berlaku dalam bidang alamiah saja. Contoh : hukum air mengenai pembekuannya. “Air akan membeku jika didinginkan” Dan ilmu tidak ragu-ragu untuk meramalkan tentang pembekuan air ini karena bersifat pasti dan mutlak.
B.     Jika ilmu mempunyai obyek yang terjadinya biasa kena pengaruh dari manusia yang sedikit banyaknya dapat ikut menentukan kejadian-kejadian yang menjadi pandangan-pandangan ilmu, maka lain pula halnya. Ilmunya disebut ilmu sosial serta obyek penyelidikannya mungkin terpengaruhi oleh kehendak manusia.Kalau pada prinsipnya hukum alam tidak ada pengecualiannya maka hukum-hukum pada ilmu sosial ini selalu ada kemungkinan kekecualiannya. (Poedjawijatna, 2004:73-75). Contoh : mahasiswa kosma H2, ada yang suka makan pecel, malahan banyak yang suka makan pecel tetapi jangan segera diambil putusan umum, bahwa mahasiswa kosma H2 itu semuanya suka makan pecel. Suka atau tidak suka makan pecel itu sama sekali bukan sifat mutlak manusia di mana pun juga.

3.       Bentuk-bentuk Generalisasi
Generalisasi juga bisa dibedakan dari segi bentuknya ada 2, yaitu : loncatan induktif dan yang bukan loncatan induktif. (Gorys Keraf, 1994 : 44-45).
1.      Loncatan Induktif
Generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Fakta-fakta tersebut atau proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudahmewakiliseluruh persoalan yang diajukan. Contoh : Bila ahli-ahli filologi Eropa berdasarkan pengamatan mereka mengenai bahasa-bahasa Ido-German kemudian menarik suatu kesimpulan bahwa di dunia terdapat 3.000 bahasa.
2.      Tanpa Loncatan Induktif. Sebuah generalisasi bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan menyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali. Misalnya, untuk menyelidiki bagaimana sifat-sifat orang Indonesia pada umumnya, diperlukan ratusan fenomena untuk menyimpulkannya.

4.       Prinsip Generalisasi
Prisip generalisasi adalah suatu bentuk umum dari suatu kesatuan yang khusus.
Contoh :  lamda p.B’
Dimana lamda menyatakan suatu abstrak yang menandakan generalisasi B jika p dipanggil oleh suatu parameter B’.
6.                  Prinsip generalisasi tergantung pada prinsip analogi. Generalisasi dan abstrak sering digunakan bersama-sama. Abstrak digeneralisasi dengan parameterisasi untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar. Di dalam parameterisasi satu atau lebih bagian dari suatu kesatuan dapat digantikan dengan suatu nama baru. Nama yang digunakan sebagai suatu parameter ketika abstrak yang telah diparameterkan dilibatkan dengan suatu binding parameter disebut argumentasi.

5.       Syarat-syarat Generalisasi
Menurut Soekadijo, generalisasi yang baik harus memenuhi 3 syarat, antara lain :
A.    Generalisasi yang sebenarnya harus memenuhi tiga syarat sebagai berikut: Generalisasi harus tidak terbatas pada numerik. Artinya, generalisasi tidak boleh terikat dengan kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan bahwa ” semua A adalah B ”, maka proposisi itu harus benar, berapa pun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subyek yang memenuhi kondisi A.
Contohnya : Semua perempuan adalah cantik
B.     Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal, artinya, tidak boleh terbatas pada ruang dan waktu. Jadi harus berlaku di mana saja dan kapan saja.
Contohnya : Semua dosen adalah orang terpelajar
C.     Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian. Yang dimaksud dengan ’dasar pengandaian’ di sini ialah: dasar dari yang disebut ”contrary-to-facts conditionals” atau ”unfulfilled conditionals”.
Rumusnya  :
Faktanya : x, y, dan z itu masing-masing bukan B
Ada generalisasi : Semua A adalah B
Pengandaiannya : andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata lain, andaikata x, y, dan z itu masing-masing memenuhi atau sama kondisiya dengan A, maka pastilah x, y, dan z itu masing-masing sama dengan B. ( Soekadijo, 1991 : 134-135 )
Contohnya :
Faktanya : Sofan, Syaiful dan Budi itu bukan perempuan
Generalisasi : Semua yang cantik adalah perempuan
Pengandaiannya : Andaikata Sofan, Syaiful dan Budi itu cantik, maka pastilah Sofan, Syaiful dan Budi itu perempuan. 

Dalam fungsinya generalisasi mempertahankan nilai-nilai yang bebas konteks dan nilai-nilai tersebut terletak kepada kemampuan mengatur usaha meramalkan dan mengontrol.
Namun adanya kelemahan terhadap konsep generalisasi klasik :
A.  bergantung pada determinisme.
B.  bergantung pada logika induktif.
C.  bergantung kepada asumsi bebas dari waktu dan konteks.
D.  terjerat dalam dilemma nomotetik-ideografik.
E.   terjerat dalam kekeliruan reduksionis.
Sedangkan dalam generalisasi alamiah ada dua jenis yaitu pertama rasionalstik secara proporsional dalam bentuk hokum, kedua yang lebih intuitif dan empiris.

6.       Pengujian Terhadap generalisassi
Dalam buku Logika Scientifika, dijelaskan bahwa untuk menentukan generalisasi yang sehat, kita harus menerapkan tiga buah cara pengujian adalah sebagai berikut :
1.        Apakah kita telah mempertimbangkan hal-hal atau kejadian-kejadian dari kelompok yang diuji dalam jumlah secukupnya? Orang harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi (mencapai kemungkinan probabilitas) dapat dipercaya. Dan kemungkinan tersebut harus muncul karena didasarkan contoh-contoh yang cukup. Apabila yang dipersoalkan unsur-unsur yang tidak dapat ditentukan, misalnya manusia, maka hanya akan membuat generalisasi yang terburu-buru.
Maka hendaknya orang waspada terhadap generalisasi, seperti : 
- semua orang laki-laki sama saja
- orang yang selalu ke masjid tidak mungkin jadi komunis
- barang siapa memuji Marx adalah komunis
- semua orang kaya kikir dan materialis.
Pernyataan-pernyataan semacam ini mudah dan cepat sekali beredar. Akan tetapi, pemikir yang kritis akan selalu mendesak untuk mengujinya terlebih dahulu guna melihat adakah pernyataan-pernyataan semacam itu memiliki bukti faktualnya sebelum menerimanya.
2. Adakah hal-hal atau kejadian-kejadian yang diuji merupakan sample yang cukup dari seluruh kelompok yang dipertimbangkan? Orang hendaknya melihat adakahsample yang diselidiki cukup representatif mewakili kelompok yang diperiksa. Apabila tidak, agak sulitlah untuk memperoleh hasil yang seksama.
3. Ada kekecualian dalam kesimpulan umum?Apabila ada kekecualian, apakah juga diperhitungkan dan diperhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
Apabila jumlah kekecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat membuat generalisasi. Tetapi jika hanya terdapat beberapa kekecualian, kita masih dapat membuat generalisasi, asalkan selalu waspada dan hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata seperti : semua, setiap, tiap-tiap dalam generalisasi. Kata-kata seperti ini hendaknya diganti dengan istilah : pada umumnya, kebanyakan, menurut garis besarnya. Meskipun yang terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun cukup merupakan bentuk pemikiran yang sehat dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari. ( Poespoprodjo, 1999 : 240-242 )

7.  Evaluasi Terhadap Generalisai
Adapun menurut buku Logika, untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi sebagai berikut: 
1.      Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak boleh menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomena individual akan menghasilkan dua kali kadar keterpercayaan. Misalnya : Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu titik darinya. Atau untuk menentukan kadar kejernihan air sebuah sungai cukup satu gelas saja.  Tetapi sebaliknya, untuk menentukan faktor dominan apakah yang menjadi sebab sebuah kejahatan tidak cukup mendasarkan kepada beberapa orang saja.
2.      Apakah sample yang digunakan cukup bervariasi? Semakin banyak variasi sample, semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan. Misalnya : Untuk menentukan kadar minat dan kesadaran berkoperasi sebagai sistem ekonomi yang diharapkan bagi bangsa Indonesia, harus diteliti dari berbagai suku bangsa, berbagai lapisan penghidupan, berbagai pendidikdn dan berbagai usia.
3.      Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama jika kekecualian itu cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar tidak mungkin diadakan generalisasi. Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat kesempatan yang dihasilkan.Misalnya : Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus dirumuskan dengan hati-hati, kata-kata seperti : semua, setiap, selalu, tidak pernah, selamanya dan sebagainya harus dihindari. Pemakaian kata : hampir seluruhnya, sebagian besar, kebanyakan ; harus didasarkan atas pertimbangan rasional yang cermat.
4.      Apakah kesimpulan yang disimpulkan konsisten dengan fenomena individual. Kesimpulan yang dirumuskan haruslah merupakan konsekuen logis dari fenomena yang dikumpulkan, tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada. Misalnya : Penyelidikan tentang faktor utama penyebab rendahnya prestasi akademik mahasiswa IAIN. Apabila data setiap individu dari sampel yang diselidiki ditemukan faktor-faktor lemahnya penguasaan bahasa asing, miskin literatur, kurang berdiskusi serta terlalu banyaknya jenis mata kuliah.Lalu, disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi itu adalah lemahnya penguasaan bahasa asing dan miskin literatur, ini tidak merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang dikumpulkan.Semakin banyak faktor analogik ditinggalkan, semakin lemah kesimpulan yang dihasilkan. ( Mundiri, 1994 : 135-136 )