ASURANSI
SYARI’AH
Landasan
Teologis tentang “Asuransi Syari’ah”
A.
Pengertian asuransi syari’ah
Pengertian
kehidupan ekonomi dalam konteks perusahaan asuransi menurut syari’ah atau
asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional. Di antara keduanya, baik asuransi konvensional maupun asuransi syari’ah
mempunyai persamaan yaitu perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai
fasilitator hubungan struktural antara peserta penyetor premi (penanggung) dengan peserta penerima
pembayaran klaim (tertanggung). Secara umum asuransi Islam atau sering
diistilahkan dengan takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip
operasionalnya didasarkan pada syarat Islam dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah
Dalam menerjemahkan istilah asuransi ke dalam konteks asuransi Islam terdapat
beberapa istilah, antara lain takaful (bahsa Arab), ta’min (bahasa arab) dan Islamic insurance (bahasa
Inggris). Istilah-istilah tersebut pada dasarnya tidak berbeda satu sama lain
yang mengandung makna pertanggungan atau menanggung. Namun dalam prakteknya istilah yang
paling populer digunakan sebagai istilah lain dari asuransi dan juga paling
banyak digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia adalah istilah tafakul. Istilah tafakul ini pertama kali
digunakan oleh Dar Al Mal Islami , sebuah perusahaan asuransi Islam di Genewa yang berdiri
pada tahun 1983.
Istilah
tafakul dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar kafala-yakfulu-takafala-yatakafalu-takaful
yang
berarti saling menanggung atau menanggung bersama. Kata takaful tidak dijumpai dalam
Al-Qur’an namun demikian ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful,
seperti
misalnya dalam QS. Thaha (20) : 40 :
Definisi Asuransi Syariah menurut Kitab
Al Ma’ayir Al Syar’iyah
(Sharia Standards)
yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting
and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) edisi
tahun 2010 :
“Asuransi
Islami adalah kesepakatan sejumlah orang yang menghadapi risiko-risiko tertentu
dengan tujuan untuk menghilangkan bahaya-bahaya yang muncul dari risiko-risiko
tersebut, dengan cara membayar kontribusi-kontribusi berdasarkan keharusan
tabarru’ (hibah), yang darinya terbentuk dana pertanggungan –yang mempunyai badan hukum sendiri dan
tanggungan harta independen–
yang darinya akan berlangsung penggantian (kompensasi) terhadap bahaya-bahaya
yang menimpa salah seorang peserta sebagai akibat terjadinya risiko-risiko yang
telah ditanggung.”
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al
Quran telah mengharamkan perjudian, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat
berikut:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar
dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfa“at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa“atnya.”
(QS. Al Baqarah: 219)
Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan.(QS.
Al Maidah: 90)
Karena menurut sebagian ulama bahwa
pada prakteknya asuransi itu tidak lain merupakan judi, maka mereka pun
mengharamkannya. Karena yang namanya judi itu memang telah diharamkan di dalam
Al Quran.
Dalil-Dalil
Asuransi Syariah
Dalil-dalil yang
diajukan pihak yang melaksanakan Asuransi Syariah saat ini antara lain :
(1) Dalil-dalil
tolong menolong (misal QS Al Maidah : 2 dan hadis)
(2) Dalil tabarru’,
yaitu akad untuk kebajikan dan tolong menolong, seperti hibah.
(3) Dalil-dalil
yang membolehkan mudharabah / musyarakah.
(4) Dalil-dalil
ijarah (wakalah bil ujrah)
(5) Dalil yang
membolehkan ta’widh
(pemberian kompensasi), yaitu hadis laa
dharara wa laa dhirara. (tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri
sendiri maupun bahaya bagi orang lain).
Ada dalil hadis yang sering disebut yang
diklaim sebagai dasar Asuransi Syariah, yakni hadis tentang Kaum Asy’ariyin.
Dari Abu Musa RA, ia berkata: Nabi SAW bersabda:
Bahwa kaum al-Asy’ariyun
jika mereka kehabisan bekal di dalam peperangan atau makanan keluarga mereka di
Madinah menipis, maka mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki di dalam satu
lembar kain kemudian mereka bagi rata di antara mereka dalam satu wadah, maka
mereka itu bagian dariku dan aku adalah bagian dari mereka (HR Muttafaq ‘alaih).
Dalil hadis lain
yang juga sering disebut adalah hadis Abu Ubaidah bin Jarrah RA bahwa
Rasulullah SAW pernah mengutus Abu Ubaidah bin Jarrah RA bersama 300 pasukan.
Di jalan bekal habis, lalu Abu Ubaidah memerintahkan pasukan mengumpulkan semua
bekal makanan, lalu mereka memakannya sedikit demi sedikit sampai habis.
Sampailah mereka di tepi laut dan melihat seekor ikan besar seperti bukit, lalu
mereka memakan ikan itu selama 18 malam… (HR Bukhari).
Menurut para
penggagas asuransi syariah, hadis-hadis tersebut menunjukkan upaya tolong
menolong dalam rangka menanggulangi musibah, sesuatu yang juga terdapat dalam
akad Asuransi Syariah di jaman modern ini.
Akad-Akad dalam Asuransi
Syariah
Terdapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) akad
dalam Asuransi Syariah :
Pertama, akad hibah (tabarru’) di antara
sesama pemegang polis (peserta asuransi) di mana peserta memberikan hibah yang
akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.
Kedua, akad mudharabah / musyarakah, dimana peserta
bertindak sebagai shahibul
mal (pemegang polis), sedang perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola).
Akadnya berupa mudharabah, jika perusaan asuransi tidak sharing modal. Jika perusahaan
asuransi ikut sharing
modal, berarti akadnya musyarakah,
Ketiga, akad ijarah (wakalah bil ujrah), yaitu akad wakalah
(pemberian kuasa) dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana
peserta dengan memperoleh imbalan (ujrah/fee).
Akad Wakalah bil ujrah terdapat
pada asuransi yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun unsur tabarru’ atau yang
tidak mengandung unsur tabungan (non
saving
Sabda Nabi SAW :
“Orang yang menarik
kembali hibahnya, sama dengan anjing yang menjilat kembali muntahannya.” (HR
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa`i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
B. Landasan Filosofis
dan Hukum
Asuransi syari’ah keikutsertaan umat islam dalam mengembangkan perasuransian di Indonesia. Landasan asuransi syari’ah, yaitu :
1.
Dalam Undang-undang no 2 tahun
1992 tentang perasuransian.
2.
Keputusan menteri keuangan
Republik Indonesia Nomor 426/KMK.06/2003 tentang perizinan usaha dan
kelembagaan perusahaan asuransi dan perusahaan Reasuransi.
3.
Keputusan menteri keuangan Republik Indonesia, Nomor 424/KMK,06/2003
tentang kesehatan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
4.
Keputusan direktur jendral
lembaga keuangan Nomor 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan
investasi perusahaan asuransi dan perusahaan Reasuransi dengan sistem syari’ah.
5.
Dari penuturan perundang-undangan yang ada tersebut dapat dilihat adanya
kemajuan perangkat pengaturan asuransi syari’ah, namun belum cukup untuk
mengakomodasi kegiatan perasuransian syari’ah di indonesia terutama jika
di bandingkan dengan perbankan syari’ah yang kerangka dan perangkat pengaturannya lebih baik
Produk-Produk Asuransi Syariah
Sebagai
sebuah perusahaan asuransi, maka asuransi syariah pun menawarkan produk-produk
perasuransiannya. Produk asuransi yang di maksud disini program atau fasilitas
yang di tawarkan perusahaan asuransi dan bisa di manfaatkan dan di gunakan oleh
masyarakat sebagai calon peserta asuransi. Pada awalnya, produkproduk yang
ditawarkan asuransi syariah ini terbagi menjadi dua kategori utama sesuai
dengan jenis asuransi itu sendiri, yakni produk asuransi umum dan produk
asuransi keluarga.
1. Produk Asuransi Umum
a. Asuransi Kendaraan Bermotor
b. Asuransi Kebakaran
c. Asuransi Resiko Pembangunan
d. Asuransi Resiko Pemasangan
e. Asuransi Mesin
f. Asuransi Peralatan
Elektronika
g. Asuransi Pengankutan
h. Asuransi Rangka Kapal
i. Asuransi Pengangkutan Uang
j. Syariah Gabungan
k. Asuransi Kecelakaan Diri
l. Asuransi Penyimpanan Uang
m. Asuransi Tanggung Gugat
n. Asuransi Kebongkaran
o. Asuransi Lainya.
2. Produk syariah keluarga
a. Asuransi Dana Investasi
b. Asuransi Dana sIswa
c. Asuransi Dana Haji
d. Asuransi Al-Khairat
e. Asuransi Kesehatan
f. Asuransi Majelis Taklim
g. Asuransi Wisata dan Umrah
h. Asuransi Perjalanan Haji
i. Asuransi Kecelakaan Diri
ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA
No
|
Nama Perrusahaan
|
Jumlah Cabang
|
||||||
Th. Berdiri
|
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
Keterangan
|
||
1
|
PT. ATK
|
1994
|
15
|
20
|
25
|
30
|
32
|
Perusahaan
|
2
|
PT. ATU
|
1996
|
6
|
8
|
10
|
11
|
19
|
Perusahaan
|
3
|
PT. Mobarok Syariah
|
1997
|
40
|
50
|
55
|
60
|
70
|
Konvensi/Perusahaan
|
4
|
Prinsiple Syariah
|
1999
|
1
|
1
|
-
|
-
|
-
|
Cabang Syari'ah
|
5
|
MAA Genaral Syariah
|
2000
|
-
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Cabang Syari'ah
|
6
|
MAA Life Syariah
|
2000
|
-
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Cabang Syari'ah
|
7
|
Gret Syariah
|
2001
|
-
|
-
|
1
|
1
|
1
|
Cabang Syari'ah
|
8
|
Bumu Petra Syariah
|
2002
|
-
|
-
|
-
|
10
|
10
|
Cabang Syari'ah
|
9
|
Tripakata Syariah
|
2002
|
-
|
-
|
-
|
6
|
6
|
Cabang Syari'ah
|
10
|
BSAM Syariah
|
2003
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
Cabang Syari'ah
|
11
|
Bringin Jiwa
|
2003
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
Cabang Syari'ah
|
12
|
Jasindo Syariah
|
2003
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
Cabang Syari'ah
|
13
|
Asuransi Binagarai
|
2003
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
Cabang Syari'ah
|
14
|
Staco Syariah
|
2003
|
-
|
-
|
-
|
Prinsip –prinsip asuransi
Sahabat
Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu ketika menjadi Khalifah sepeninggal Abu
Bakar ash-Shidiq radhiyallahu’anhu, pernah memerintahkan para pedagang agar
mempunyai ilmu sebelum berdagang di pasar agar terhindar dari praktek-praktek
yang diharamkan.
Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu
berkata ”Hendaknya
tidaklah berdagang di pasar kita selain orang yang telah paham (berilmu), bila
tidak, niscaya ia akan memakan riba”.
Meskipun
di kala itu pemerintahan Umar adalah pemerintahan yang menjalankan syariat
Islam dengan baik, namun tetap saja beliau memerintahkan rakyatnya, yaitu para
pedagang agar mempunyai ilmu sebelum berdagang. Maka dari itu, jika sekarang
kita ingin menghidupkan praktek ekonomi yang syar’i, hendaknya kita juga
berilmu.
Untuk
itu, ada 6 prinsip dasar yang harus dipahami dalam aplikasi ekonomi yang
berbasis syaria’ah, yaitu:
- Rizqi adalah karunia Allah
- Hukum asal perniagaan adalah halal
- Sebab-sebab diharamkannya suatu perniagaan
- Arti keuntungan dalam syari’at Islam
- Asas suka sama suka
- Jujur dan Transparan
Prinsip
Pertama: Rizki adalah karunia Allah Ta’ala
Hendaknya
setiap muslim meyakini dengan keyakinan yang kuat, bahwa Rizkinya adalah
karunia Allah Ta’ala dan sudah dijamin oleh Allah Ta’ala, sebagaimana dalam
firmanNya:
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di
bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat
berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab
yang nyata (Lauh Mahfuzh).” Huud 6
Dan
juga disampaikan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam sebuah
hadits yang shahih: “Penciptaanmu disatukan dalam perut ibumu selama empat
puluh hari (dalam bentuk nutfah/air mani). Lalu berubah menjadi segumpal darah
selama itu pula. Lalu berubah menjadi sekerat daging selama itu pula. Lalu
Allah mengutus seorang malaikat untuk menuliskan empat hal: dikatakan kepada
malaikat itu, “tulislah: amalannya, rizqinya,
ajalnya, sengsara atau bahagia, kemudian ditiupkan ruh padanya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Maka
tidak selayaknya seorang muslim memiliki ideologi atau keyakinan sebagaimana
ideologi Qorun tentang rizki, yaitu ketika Qorun menolak membayar zakat dengan
berkata:
Qarun
berkata: “sesungguhnya aku mendapat hanya harta ini karena kepandaianku”. Dan
apakah ia tidak mengetahui bahwa Allah sungguh telah membinasakan umat-umat
sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak harta kumpulannya.” (Al
Qashas 78)
Sehingga
dengan memahami bahwa rizki itu adalah karunia Allah dan setiap makhluk telah
dijamin rizkinya, seharusnya tidak ada tempat untuk ketakutan akan masa depan
yang suram, yang istilah populernya “madesu” alias masa depan suram. Maka Stop
Madesu! Ingatlah, serta yakinilah firman Allah berikut ini, niscaya kita akan
memiliki rasa optimis menghadapi masa depat terutama terkait dengan pembagian
rizki kita:
“Apa
saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka tidak ada
seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka
tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.Dan Dialah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Fathir 2)
Namun
demikian, terkadang rizki kita pun dapat terhalang. Terhalangnya rizki tersebut
tidak lain karena disebabkan dosa-dosa kita sendiri, sebagaimana disebutkan
dalam sebuah hadits:
Sesungguhnya
seseorang dapat saja terhalang dari rizqinya akibat dari dosa yang ia kerjakan.”
(riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim dll).
Prinsip
kedua: Hukum asal perniagaan adalah halal
Allah
Ta’ala begitu sayang kepada hambaNya, sehingga Dia menciptakan dunia dan seisinya
untuk dinikmati oleh hambaNya. Sebagaimana dalam salah satu firmanNya: “Dia-lah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (al-Baqarah: 29)
Terkait
dengan perniagaan, jual-beli, Allah Ta’ala juga telah menghalalkannya sehingga
hukum asal jual-beli adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya.
“Dan Allah telah menghalalkan jual-beli Serta
mengharamkan riba.” (Al Baqarah 275)
Sehingga ada kaidah ushul yang juga berlaku untuk urusan
jual-beli, dimana kaidah tersebut berbunyi:
“Hukum asal segala hal adalah boleh, hingga ada
dalil yang mengharamkannya”
Maka
yang wajib mendatangkan dalil dalam permasalahan muamalah adalah yang
mengharamkannya. Sedangkan yang melakukannya tidak wajib mendatangkan dalil
penghalalannya karena hukum asalnya adalah halal. Pelaku berhak melakukan apa
saja sampai datang dalil pengharamannya.
Prinsip
ketiga: Sebab-sebab diharamkannya suatu
perniagaan
Meskipun
hukum asal dari perniagaan itu adalah halal, ada sebab-sebab yang dapat
menjadikan sifat perniagaan tersebut menjadi haram. Diantara sebab-sebab
tersebut adalah:
- Barang/jasanya Haram
- Riba, yaitu adanya unsur Riba dalam sebuah perniagaan/transaksi
- Gharar (Ketidak Pastian), sehingga seperti berjudi, tidak jelas hasilnya.
- Persyaratan Gharar atau Riba, dimana terkadang pelaku jual-beli membuat persyaratan-persyaratan yang akan menjadikan perniagaan itu haram karena adanya persyaratan yang mengandung unsur Gharar maupun Riba.
- Waktu. Hanya ada satu waktu yang membuat perniagaan menjadi haram, yaitu ketika hari Jum’at dimana adzan kedua sudah dikumandangkan.
- Tempat. Hanya ada satu tempat yang menjadikan jual beli haram, yaitu Masjid.
- Penipuan
- Merugikan orang lain
Prinsip
keempat: Arti keuntungan dalam syari’at Islam
Dalam
Islam, dikenal 2 macam keuntungan, yaitu keuntungan Materi dan keuntungan Non
Materi.
Keuntungan
materi akan diperoleh dari hasil usaha perniagaan. Berikut ini beberapa
keterangan dari hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam:
“Dikatakan (kepada Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam) “Wahai Rasulullah! Penghasilan apakah yang paling baik?” Beliau
menjawab: “Hasil pekerjaan seseorang dangan tangannya sendiri, dan setiap
perniagaan yang baik.” (Riwayat Ahmad, At-Thabrany, Al Hakim)
“Sahabat Urwah Al Bariqy radhiyallahu’anhu, mengisahkan:
Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam memberinya uang satu
dinar untuk dibelikan seekor kambing korban. Tanpa menunda-nunda, sahabat Urwah
segera membeli dua ekor kambing (dengan uang satu dinar tersebut). Selanjutnya
ia menjual kembali seekor kambing seharga satu dinar. Sehingga ia datang
menemui Nabi shallallahu’alaihi wasallam, dengan membawa seekor kambing dan
uang satu dinar. Mensikapi perbutan sahabatnya ini, Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam mendoakan keberkahan pada perniagaannya, sehingga andai ia membeli
debu, niscaya ia akan mendapatkan laba darinya.” (Riwayat Abu Dawud).
Sedangkan
keuntungan Non Materi adalah berupa keridhaan Allah Ta’ala, baik dalam bentuk
ampunan, pemaafan, pahala, atau kemudahan dalam hisab kelak. Terkadang
keuntungan Non Materi ini juga menyertai keuntungan Materi.
Dalam
hadits yang disepakati oleh Bukhari Muslim:
Sahabat
Huzaifah menuturkan: Rasulullah besabda: “Allah mendatangkan salah seorang
hamba-Nya yang pernah Ia beri harta kekayaan, kemudian Allah berfirman kepadanya: Apa yang engkau
lakukan ketika di dunia? (Dan mereka tidak dapat menyembunyikan suatu
kejadianpun dari Allah). Iapun menjawab: Wahai Tuhanku, Engkau telah memberiku harta kekayaan, dan
dahulu aku berjual-beli dengan orang lain. Dahulu kebiasaanku senantiasa
memudahkan. Aku meringankan (tagihan) orang yang mampu dan menunda (tagihan
dari) orang yang tidak mampu. Allah-pun berfirman: Aku lebih layak untuk
melakukan ini daripada engkau, mudahkanlah hamba-Ku ini.”
Prinsip
kelima: Asas Suka sama Suka
Prinsip
ini berdasarkan nash-nash yang telah shahih dan sharih (jelas), baik dari
al-Qur’an maupun as-Sunnah.
Dalil
dari al-Qur’an adalah surat An Nisaa’ ayat 29:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu.” (An Nisa’ 29).
Sedangkan
dalil dari as-Sunnah diantaranya adalah:
“Sesungguhnya perniagaan itu hanyalah
perniagaan yang didasari oleh rasa suka sama suka.” (Riwayat Ibnu Majah dan
Ibnu Hiban)
“Janganlah sekali-kali kedua orang yang
berjual-beli berpisah kecuali atas dasar suka sama suka” (Riwayat Ahmad, dan
Abu Dawud)
Sehingga
dengan prinsip ini tidak akan ada pihak-pihak yang akan terdhalimi.
Prinsip
Keenam: Jujur dan Transparan
Diantara
dalil dari prinsip ini adalah hadits-hadits berikut ini:
“Hendaknya kalian senantiasa jujur, karena
kejujuran membawamu kepada kebaikan. Sedangkan kebaikan membawamu ke surga.
Tidaklah seseorang senantiasa berbuat kejujuran dan berusaha berbuat jujur,
hingga suatu saat nanti ia dituliskan disisi Allah sebagai orang yang (shiddiq)
jujur. Dan waspadalah kalian dari perbuatan dusta, karena kedustaan
menghantarkanmu kepada kejahatan. Sedangkan kejahatan menjerumuskanmu kedalam
neraka. Dan tidaklah seseorang senantiasa berbuat dusta dan berupaya untuk
berdusta hingga akhirnya ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.”
(Muttafaqun ‘alaih)
“Wahai
para pedagang! Maka mereka memperhatikan seruan Rasulullah dan mereka menengadahkan leher dan
pandangan mereka kepada beliau. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya para
pedagang akan dibangkitkan kelak pada hari qiyamat sebagai orang-orang fajir
(jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan berlaku
jujur.” (Riwayat At Timizy)
Macam-macam Asuransi
Para ahli berbeda
pendapat di dalam menyebutkan jenis-jenis asuransi, karena masing-masing
melihat dari aspek tertentu. Oleh karenanya, dalam tulisan ini akan disebutkan
jenis-jenis asuransi ditinjau dari berbagai aspek, baik dari aspek peserta,
pertanggungan, maupun dari aspek sistem yang digunakan :
I. Asuransi
ditinjau dari aspek peserta, maka dibagi menjadi :
1. Asuransi Pribadi (
Ta'min Fardi )
: yaitu asuransi yang dilakukan oleh seseorang untuk menjamin dari bahaya
tertentu. Asuransi ini mencakup hampir seluruh bentuk asuransi, selain asuransi
sosial
2. Asuransi Sosial ( Ta'min Ijtima'i ) , yaitu
asuransi ( jaminan ) yang
diberikan kepada komunitas tertentu, seperti pegawai negri sipil ( PNS ), anggota
ABRI, orang-orang yang sudah pensiun, orang-orang yang tidak mampu dan
lain-lainnya. Asuransi ini biasanya diselenggarakan oleh pemerintah dan
bersifat mengikat, seperti Asuransi Kesehatan ( Askes ), Asuransi Pensiunan dan
Hari Tua ( PT Taspen ), Astek ( Asuransi Sosial Tenaga Kerja ) yang kemudian
berubah menjadi Jamsostek ( Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Asabri ( Asuransi
Sosial khusus ABRI ), asuransi kendaraan, asuransi pendidikan dan lain-lain.
Perbedaan Asuransi Syariah
dan Konvensional
Adapun perbedaan
antara keduanya adalah sebagai berikut :
1.
Dari
Sisi Prinsip Dasar
Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah
kedua- duanya bertugas untuk mengelola dan menanggulangi risiko, hanya saja di
dalam Asuransi Syariah konsep pengelolaannya dilakukan dengan menggunakan pola
saling menanggung risiko antara pengelola dan peserta( risk sharing ) atau
disebut dengan at takaful dan at tadhamun. Sedang dalam Asuransi Konvensional
pola kerjanya adalah memindahkan risiko dari nasabah ( peserta ) kepada perusahaan
( pengelola ), yang disebut dengan risk transfer. Sehingga resiko yang mengenai
peserta akan ditanggung secara penuh oleh pengelola.
2.
Dari
Sisi Akad
Pada bagian tertentu ausransi syariah
akadnya adalah tabarru' ( sumbangan kemanusiaan ) dan ta'awun ( tolong menolong
), serta akad wakalah dan mudharabah ( bagi hasil ). Sedangkan pada asuransi
konvensional, akadnya adalah jual beli yang bersifat al gharar ( spekulatif ).
3.
Dari
Sisi Kepimilikan Dana
Di dalam Asuransi Konvensional dana yang
dibayarkan nasabah kepada perusahaan ( premi ) menjadi menjadi milik perusahaan
secara penuh, khususnya jika peserta tidak melakukan klaim apapun selama masa
asuransi. Sedangkan di dalam Asuransi Syariah dana tersebut masih menjadi milik
peserta, setelah dikurangi pembiayaan dan fee ( ujrah ) perusahaan. Karena di
dalam Asuransi Syariah, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah ( wakil ) yang
digaji oleh peserta, atau yang sering disebut dengan istilah al Wakalah bi al
Ajri.
Bisa juga perusahaan sebgai pengelola dana ( mudharib ) dalam akad mudharabah (
bagi hasil ). Bahkan ada perusahaan yang mengembalikan underwriting surplus pengelolaan
dana tabarru'nya kepada peserta selama tidak ada klaim pada masa asuransi.
Ataupun perusahaan sebagai pengelola dana.
4.
Dari
sisi obyek
Asuransi Syariah hanya membatasi
pengelolaannya pada obyek-obyek asuransi yang halal dan tidak mengandung
syubhat. Oleh karenanya tidak boleh menjadikan obyeknya pada hal-hal yang haram
atau syubhat, seperti gedung-gedung yang digunakan untuk maksiat, atau pabrik-pabrik
minuman keras dan rokok, bahkan juga hotel-hotel yang tidak syariah. Adapun Asuransi
Konvensional tidak membedakan obyek yang haram atau halal, yang penting
mendatangkan keuntungan.
5.
Dari
Sisi Investasi Dana.
Dana dari kumpulan premi dari peserta
selama belum dipakai, oleh perusahaan asuransi syariah diinvestasikan pada
lembaga keuangaaan yang berbasis syariah atau pada proyek-proyek yang halal
yang didasarkan pada sistem upah atau bagi hasil. Adapun asuransi konvensional
pengelolaan investasinya pada sistem bunga yang banyak mengandung riba dan
spekulatif ( gharar ).
6.
Dari
Sisi Pembayaran Klaim.
Pada asuransi syariah pembayaran klaim
diambilkan dari rekening tabarru' ( dana sosial ) dari seluruh peserta, yang
sejak awal diniatkan untuk diinfakkan untuk kepentingan saling tolong menolong
bila terjadi musibah pada sebagian atau seluruh peserta. Sedangkan pada
asuransi konvensional pembayaran klaim diambil dari dana perusahaan karena
sejak awal perjanjian bahwa seluruh premi menjadi milik perusahaan dan jika
terjadi klaim, maka secara otomatis menjadi pengeluaraan perusahaan.
7.
Dari
Sisi Pengawasan.
Dalam asuransi syariah terdapat Dewan
Pengawas Syariah ( DPS ), sesuatu yang tidak di dapatkan pada asuransi
konvensional.
8.
Dari
sisi dana zakat, infaq dan sadaqah.
Dalam asuransi syariah ada kewajiban untuk
mengeluarkan zakat sebagaimana ketentuan syariat Islam. Adapun dalam asuransi
konvensional tidak dikenal istilah zakat.
Contoh-contoh
Perhitungan Asuransi syariah
Produk
Takaful Individu
A.
Takaful Dana Investasi
-Perhitungan
1)
Data
Peserta
|
Asumsi
|
Nama
: Muhammad Rais
Umur
: 30 tahun
Masa
Perjanjian : 20 tahun
Premi
tahunan : Rp 1.000.000
Tabarru'
: 4,25% dari Premi
Biaya
Pengelolaan : Rp 300.000,-
(30% premi tahun ke-1)
|
Mudarabah
(bagi hasil)
-Untuk
peserta : 60%
-Untuk
takaful : 40%
Tingkat
Investasi rupiah 12.00% per tahun.
|
2)
Perkembangan Dana
thn
|
jumlah
premi yg terkumpul
|
jumlah
tabarru yg terkumpul
|
jumlah
tabungan yg terkumpul
|
bagi
hasil (mudharabah) yang terkumpul
|
dana
kematian
|
nilai
tunai
|
klaim
meninggal
|
persentase
nilai tunai dengan premi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
4,25%
|
20jt*2
|
4+5
|
6+7
|
7/2*100%
|
||||
1.
2.
3.
4.
5.
10
15
20
|
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
|
42.500
85.000
127.000
170.000
212.000
425.000
637.000
850.000
|
657.500
1.615.000
2.572.500
3.530.000
4.487.500
9.275.000
14.062.000
22.954.797
|
47.340
167.028
364.275
644.662
1.014.178
4.440.164
11.280.569
22.954.797
|
19.000.000
18.000.000
17.000.000
16.000.000
15.000.000
10.000.000
5.000.000
0
|
704.840
1.782.028
2.936.775
4.174.662
5.501.578
13.715.164
25.343.069
41.804.797
|
19.704.840
19.782.028
19.936.775
20.174.662
20.501.678
23.715.164
30.343.069
41.804.797
|
70.48%
89.10%
97.89%
104.37%
110.03%
137.15%
168.95%
209.02%
|
B.
Takaful Dana Haji
-Perhitungan
1)
Data
Peserta
|
Asumsi
|
Nama
: Muhammad Ramli
Umur
: 30 tahun
Masa
Perjanjian :10 tahun
Premi
Tahunan : Rp 1.000.000,-
Tabarru'
: 1,75% dari premi
Biaya
Pengelolaan : Rp 300.000,- (30% dari premi tahun I)
|
Mudharabah
(bagi hasil)
-Untuk
peserta
: 60%
-Untuk
takaful
: 40%
Tingkat
Investasi rupiah 12.00% pertahun
|
2)
Perkembangan Dana
thn
|
jumlah
premi yg terkumpul
|
jumlah
tabarru yg terkumpul
|
jumlah
tabungan yg terkumpul
|
bagi
hasil (mudharabah) yang terkumpul
|
dana
kematian
|
nilai
tunai
|
klaim
meninggal
|
persentase
nilai tunai dengan premi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
1,75%*2
|
10jt*2
|
4+5
|
6+7
|
7/2*100%
|
||||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
|
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
8.000.000
9.000.000
10.000.000
|
17.500
35.000
52.000
70.000
87.000
105.000
122.500
140.000
157.000
175.000
|
652.500
1.665.000
2.647.500
3.630.000
4.612.500
5.595.000
6.577.500
7.560.000
8.542.500
9.525.000
|
49.140
172.558
375.602
664.006
1.043.914
1.521.916
2.105.074
2.800.959
3.617.688
4.563.962
|
9.000.000
8.000.000
7.000.000
6.000.000
5.000.000
4.000.000
3.000.000
2.000.000
1.000.000
0
|
731.640
1.837.558
3.023.102
4.294.006
5.656.414
7.116.916
8.652.574
10.360.959
12.160.188
14.088.962
|
9.731.640
9.837.558
10.023.102
10.294.006
10.656.414
11.116.916
11.682.574
12.360.959
13.160.188
14.088.962
|
73.16%
91.88%
100.77%
107.35%
113.13%
118.62%
124.04%
129.51%
135.11%
140.89%
|
C.
Takaful Dana Siswa
-Perhitungan
1)
Data
Peserta
|
Asumsi
|
Nama
: Ahmad
Umur
: 30 tahun
Masa
Perjanjian : 17 tahun
Premi
Tahunan : Rp 1.000.000,-
Tabarru'
: 1,75% dari premi
Biaya
Pengelolaan : Rp 300.000,- (30% premi tahun ke-1)
|
Mudharabah
(bagi hasil)
-Untuk
Peserta : 60%
-Untuk
Takaful : 40%
Tingkat
Investasi rupiah 12.00% pertahun
|
2)
Perkembangan Dana
Jumlah
premi
|
Jumlah
tabarru
|
Jumlah
tabungan
|
bagi
hasil
|
dana
kematian
|
nilai
tunai
|
peserta
meninggal
|
tahapan
|
dana
|
Pendidikan
|
|
thn
|
yg
terkumpul
|
yg
terkumpul
|
yg
terkumpul
|
(mudharabah)
yg terkumpul
|
ahli
waris
|
akhir
tahun polis
|
manfaat t takaful (ahli waris)
|
anak masuk
|
%
|
Rupiah
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
7,50%*2
|
MT*2
|
4+5
|
6+7
|
tabel
|
10*MT
|
|||||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
|
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
8.000.000
9.000.000
10.000.000
11.000.000
12.000.000
13.000.000
14.000.000
15.000.000
16.000.000
17.000.000
|
75.000
150.000
225.000
300.000
375.000
450.000
525.000
600.000
675.000
750.000
825.000
900.000
975.000
1.050.000
1.125.000
1.200.000
1.275.000
|
625.000
1.550.000
2.475.000
3.400.000
3.625.000
3.550.000
4.475.000
5.400.000
6.325.000
7.250.000
6.625.000
6.550.000
7.475.000
5.000.000
5.925.000
6.850.000
975.000
|
45.000
159.840
349.548
619.516
975.521
1.301.359
1.717.256
2.229.699
2.845.637
3.572.523
4.418.345
5.208.066
6.121.246
7.166.776
8.109.384
9.186.460
10.407.685
|
16.000.000
15.000.000
14.000.000
13.000.000
12.000.000
11.000.000
10.000.000
9.000.000
8.000.000
7.000.000
6.000.000
5.000.000
4.000.000
3.000.000
2.000.000
1.000.000
0
|
670.000
1.709.840
2.824.548
4.019.516
3.600.000
4.851.359
6.192.256
7.629.699
9.170.634
10.822.523
10.043.345
11.758.066
13.596.246
12.166.776
14.034.384
16.036.460
11.382.685
|
16.670.000
16.709.840
16.824.548
17.019.516
15.600.521
15.851.359
16.192.256
16.629.699
17.170.637
17.822.523
16.043.345
16.758.066
17.596.246
15.166.776
16.034.384
17.036.460
11.382.685
|
SD
SMP
SMA
PT
|
10%xMT
15%xMT
20%xMT
40%xMT
|
1.700.000
2.550.000
3.400.000
6.800.000
|
saldo
rekening awal tahun
|
Bagi
hasil (mudharabah)
|
saldo rekening akhir tahun
|
4
th
di
PT
|
|||||||
18.
19.
20.
21.
|
11.382.685
9.151.679
6.376.890
3.418.013
|
819.553
658.921
459.136
246.097
|
9.151.679
6.376.890
3.418.013
0
|
Th-1
Th-2
Th-3
Th-4
|
25%xMT
35%xMT
50%xMT
100%xMT
|
3.050.560
3.433.710
3.418.013
3.664.110
|
D.
Takaful Jabatan
-Perhitungan
1)
Data
Peserta
|
Asumsi
|
Nama
: Muhammad
Umur
: 40 tahun
Masa
Perjanjian : 5 tahun
Premi
tahunan : Rp 20.000.000,-
Tabarru'
: 0,400%
Biaya
Pengelolaan : Rp 6.000.000,- (30% premi tahun ke-1)
|
Mudharabah
(bagi hasil)
-Untuk
peserta : 60%
-Untuk
takaful: 40%
Tingkat
Investasi rupiah 12.00% per tahun
|
2)
Perkembangan Dana
thn
|
jumlah
premi yg terkumpul
|
jumlah tabarru' yg terkumpul
|
jumlah
tabungan yg terkumpul
|
Bagi
hasil (mudharabah yg terkumpul
|
dana
kematian
|
nilai
tunai
|
klaim meninggal
|
persentase
nilai tukar dengan premi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
tabarru'
x 2
|
4+5
|
6+7
|
7/2x100%
|
|||||
1.
2.
3.
4.
5.
|
20.000.000
40.000.000
60.000.000
80.000.000
100.000.000
|
400.000
800.000
1.200.000
1.600.000
2.000.000
|
13.600.000
33.000.000
52.800.000
72.400.000
92.000.000
|
979.200
3.440.102
7.489.390
13.241.426
20.818.808
|
100.000.000
100.000.000
100.000.000
100.000.000
100.000.000
|
14.579.200
36.640.102
60.289.390
85.641.426
112.818.808
|
114.579.200
136.640.102
160.289.390
185.641.426
212.818.808
|
72.90%
183.20%
301.45%
428.21% 564.09%
|
E.
Takaful al-Khairat Individu
- Premi dan Manfaat
Tarif
premi sesuai dengan usia dan kontrak
Contoh:
Nama
: Aisyah
Umur
: 40 tahun
Kontrak
: 10 tahun
Manfaat
: Takaful Rp 25.000.000,-
Tarif
premi/thn.: 6,5% 0(enam koma lima per seribu)
Premi/thn
: 6,5%0xRp 25.000.000,-= Rp 162.500,-
-Ketentuan
1)
maksimal usia peserta 50 tahun;
2)
maksimal usia peserta + kontrak 65 tahun;
3)
minimal premi Rp 150.000,- per tahun;
4)
cara bayar premi tahunan.
F.
Takaful Kecelakaan Diri Individu
-Premi
dan Manfaat
Tarif
premi : 0,3% (tiga permil) pertahun.
Contoh:
Premi/tahun:
Rp 150.000,-
Jenis
manfaat: meninggal karena kecelakaan; cacat tetap karena kecelakaan.
Besar
manfaat: Rp 50.000.000,- (persentase dari Rp 50.000.000,-)
Cara Menghitung Anggaran Pendidikan Anak
Sebelum kita
merencanakan mengambil program perencanaan pendidikan buat anak kita, maka ada
beberapa hal yang perlu diketahui:
1. Terlebih dahulu kita harus mencari tahu berapa biaya pendidikan saat ini dan berapa anggaran keseluruhan yang akan di keluarkan saat ini untuk TK, SD, SMP, TK, SMU dan PT. Anggaran keseluruhan yang dimaksud selain uang adminisatrasi sekolah, kita juga harus memperhitungkan untuk buku-buku, seragam, transportasinya selama anak kita dalam pendidikan.
2. Perhitungkan berapa lama anak kita akan mencapai jenjang pendidikannya, misalnya yntuk anak yang usianya 0 tahun, maka waktu untuk mempersiapkan dana pendidikannya 4 tahun, SD 6 tahun, SMP 12 tahun, SMU 15 tahun, PT 18 tahun.
3. Perkirakan berapa biaya pendidikan anak Anda kelak. Dengan asumsi kenaikan biaya pendidikan 10 persen/tahun, maka uang pangkal TK yang pada saat ini, misal, Rp. 5 juta, setelah 4 tahun akan menjadi Rp. 7.320.500 (Rp. 5 juta X 1,1 X 1,1 X 1,1 X 1,1). Ulangi untuk jenjang-jenjang pendidikan yang lain.
4. Siapkan rencana untuk menabungnya sehingga jumlah tersebut dapat diraih. Misal, dalam contoh nomor 3 tadi, 4 tahun lagi Anda perlu memiliki dana hampir Rp. 7,5 juta agar anak Anda bisa masuk TK. Jadi, dengan bunga tabungan 15 persen/tahun, Anda harus menabung Rp. 115 ribu/bulan atau Rp. 1.380.000/tahun, selama 4 tahun. Dengan begitu, setelah 4 tahun, Anda akan punya saldo tabungan Rp. 7,5 juta. Ulangi untuk jenjang-jenjang pendidikan yang lain.
5. Pada asuransi pendidikan syariah di Asuransi Takaful, perhitungan dana pendidikan anak sebagai berikut:
1. Terlebih dahulu kita harus mencari tahu berapa biaya pendidikan saat ini dan berapa anggaran keseluruhan yang akan di keluarkan saat ini untuk TK, SD, SMP, TK, SMU dan PT. Anggaran keseluruhan yang dimaksud selain uang adminisatrasi sekolah, kita juga harus memperhitungkan untuk buku-buku, seragam, transportasinya selama anak kita dalam pendidikan.
2. Perhitungkan berapa lama anak kita akan mencapai jenjang pendidikannya, misalnya yntuk anak yang usianya 0 tahun, maka waktu untuk mempersiapkan dana pendidikannya 4 tahun, SD 6 tahun, SMP 12 tahun, SMU 15 tahun, PT 18 tahun.
3. Perkirakan berapa biaya pendidikan anak Anda kelak. Dengan asumsi kenaikan biaya pendidikan 10 persen/tahun, maka uang pangkal TK yang pada saat ini, misal, Rp. 5 juta, setelah 4 tahun akan menjadi Rp. 7.320.500 (Rp. 5 juta X 1,1 X 1,1 X 1,1 X 1,1). Ulangi untuk jenjang-jenjang pendidikan yang lain.
4. Siapkan rencana untuk menabungnya sehingga jumlah tersebut dapat diraih. Misal, dalam contoh nomor 3 tadi, 4 tahun lagi Anda perlu memiliki dana hampir Rp. 7,5 juta agar anak Anda bisa masuk TK. Jadi, dengan bunga tabungan 15 persen/tahun, Anda harus menabung Rp. 115 ribu/bulan atau Rp. 1.380.000/tahun, selama 4 tahun. Dengan begitu, setelah 4 tahun, Anda akan punya saldo tabungan Rp. 7,5 juta. Ulangi untuk jenjang-jenjang pendidikan yang lain.
5. Pada asuransi pendidikan syariah di Asuransi Takaful, perhitungan dana pendidikan anak sebagai berikut:
·
Tahapan
TK :10% dari Manfaat Takaful Awal
·
Tahapan
SD :10% dari Manfaat Takaful Awal
·
Tahapan
SMP :15% dari Manfaat Takaful Awal
·
Tahapan
SMU:20% dari Manfaat Takaful Awal
·
Tahapan
PT :40% dari Manfaat Takaful Awal
Beasiswa yang
diberikan dari perhitungan bagi hasil tabungan pada ahun 1 sampai 4 di PT
Kesimpulan
Dari perbandingan
di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa asuransi konvensional tidak memenuhi
standar syar’i yang bisa dijadikan objek muamalah yang syah bagi kaum muslimin.
Hal itu dikarenakan banyaknya penyimpangan-penyimpangan syariat yang ada dalam
asuransi tersebut.
Asuransi Syariah sebagaimana dijabarkan faktanya di
atas, menurut kami adalah akad yang tidak sah (batil) dan haram, karena
terdapat paling kurang 6 (enam) penyimpangan syariah (mukhalafat syar’iyah) sebagai berikut :
Pertama, karena dalil-dalil yang digunakan tidak tepat,
khusunya hadis Asy’ariyin dan hadis Abu Ubaidah bin
Jarrah RA di atas. Pada kedua hadis tersebut, peristiwa bahaya terjadi lebih
dahulu, baru kemudian terjadi proses ta’awun (tolong
menolong). Sedang pada asuransi syariah, sudah diadakan akad ta’awun lebih dahulu, padahal peristiwa bahayanya belum terjadi
sama sekali. Menurut Syaikh ‘Atha` Abu Rasyta,
menggunakan hadis Asy’ariyin sebagai dasar asuransi
syariah adalah istidlal yang keliru. (Ajwibatu As`ilah, tanggal 7
Juni 2010).
Kedua, karena terjadi penggabungan dua akad menjadi satu
akad (multi akad). Padahal multi akad telah dilarang dalam syariah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA bahwa Nabi SAW telah
melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan.” (HR
Ahmad, hadis sahih). Yang dimaksud “dua kesepakatan
dalam satu kesepakatan (shafqataini fi shafqah wahidah)”
adalah adanya dua akad dalam satu akad (wujudu ‘aqdaini
fi aqdin wahidin).
Fakta menunjukkan bahwa pada asuransi syariah tanpa
saving, terjadi penggabungan akad hibah dengan akad ijarah. Sementara pada
asuransi syariah dengan saving, terjadi penggabungan akad hibah, akad ijarah,
dan akad mudharabah.
Ketiga, karena tidak sesuai dengan akad dhaman
(jaminan / pertanggungan) dalam Islam. Terdapat ketidaksesuaian dalam 3 segi
sebagai berikut :
(1) Dari segi karakter akad. Karakter akad dhaman
adalah akad tabarru’ (bertujuan kebajikan / tolong
menolong), bukan akad tijarah (bertujuan komersial). Sedangkan asuransi Syariah
hakikatnya bukan akad tabarru’, tapi akad tijarah,
karena peserta mengharap mendapat klaim (dana pertanggungan) dan keuntungan
dalam mudharabah.
Jadi pernyataan bahwa Asuransi Syariah adalah akad
ta’awun dan bukan akad mu’awadhah
/ tabaduli (pertukaran), tidak tepat dan tidak sesuai dengan faktanya.
(2) Ketidaksesuaian dengan akad dhaman juga
dapat dilihat dari segi tidak sesuainya jumlah para pihak dalam akad. Pada akad
dhaman (jaminan / pertanggungan), terdapat 3 pihak, yaitu : (1) yang menjamin/
penanggung (dhamin), (2) yang dijamin / tertanggung (madhmun anhu), dan (3)
yang mendapat jaminan / tanggungan (madhmun lahu).
Adanya tiga pihak tersebut didasarkan pada hadis
Abu Qatadah RA bahwa kepada Nabi SAW pernah didatangkan sesosok jenazah agar
beliau menshalatkannya. Lalu beliau bertanya, “Apakah
ia punya hutang?” Para Sahabat berkata, “Benar, dua dinar.” Beliau bersabda, “Shalatkan teman kalian!” Kemudian
Abu Qatadah berkata, “Keduanya (dua dinar itu) menjadi
kewajibanku, wahai Rasulullah.” Nabi SAW pun lalu
menshalatkannya. (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i dan
al-Hakim).
Dalam hadis tersebut ada tiga pihak; Pertama,
pihak yang menjamin/ penanggung (dhamin) adalah Abu Qatadah RA. Kedua,
pihak yang dijamin / tertanggung (madhmun anhu) adalah jenazah. Ketiga,
pihak yang mendapat jaminan / tanggungan (madhmun lahu) adalah orang
yang memberi utang kepada jenazah.
Sementara itu dalam Asuransi Syariah, hanya ada dua
pihak, bukan tiga pihak. Dua pihak tersebut adalah : Pertama, pihak yang
menjamin/ penanggung (dhamin), yaitu para peserta semua; kedua,
pihak yang mendapat jaminan / tanggungan (madhmun lahu) yaitu para
peserta semua. Jadi dalam asuransi syariah tidak terdapat pihak ketiga, yaitu
pihak yang dijamin / tertanggung (madhmun anhu).
(3) ketidaksesuaian ketiga dengan akad dhaman,
dapat dilihat dari segi dhammu dzimatin ila dzimmatin, yakni
penggabungan tanggungan satu pihak kepada tanggungan pihak lainnya. Dalam akad dhaman
telah terjadi dhammu dzimatin ila dzimmatin, sebegaimana nampak pada
hadis Abu Qatadah RA di atas, bahwa Abu Watadah telah menggabungkan dzimmah
(tanggungan) si jenazah, kepada tanggungan diri Abu Qatadah RA itu sendiri.
Jadi tanggungan yang wajib ditunaikan jenazah, berpindah menjadi tanggungan Abu
Qatadah RA. Adapun dalam asuransi syariah, dhammu dzimatin (penggabungan
tanggungan) itu tidak terjadi dan tidak ada. Karena ketika seorang
peserta asuransi membayar premi, dia tidak sedang mempunyai tanggungan apa pun
kepada siapa pun, yang wajib dia tunaikan. Jadi, asuransi syariah tidak sesuai
dengan akad dhaman dalam Islam.
Keempat, karena akad hibah (tabarru’)
dalam Asuransi Syariah tidak sesuai dengan pengertian hibah itu sendiri. Sebab
hibah dalam pengertian syar’i adalah pemberian
kepemilikan tanpa kompensasi / pengganti (tamliik bilaa ‘iwadh).
(Imam Syaukani, Nailul Authar, Bab Hibah, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000,
hlm. 1169)
Sementara dalam Asuransi Syariah, peserta asuransi
memberikan dana hibah, tapi mengharap mendapat kompensasi (‘iwadh
/ ta’widh), bukannya tidak mengharap. Jadi
sebenarnya tidaklah tepat Asuransi Syariah dikatakan sebagai akad hibah, tapi
harus jujur disebut sebagai akad investasi yang mengharapkan keuntungan !
Kelima, karena hibah (tabarru’)
yang diberikan peserta dalam Asuransi Syariah, akan kembali kepada peserta itu
(jika terjadi risiko atas suatu peristiwa yang ditanggung misal kebakaran)
ditambah dengan hibah dari para peserta lainnya. Menurut kami ini haram
hukumnya, sebab menarik kembali hibah yang telah diberikan hukumnya haram.
(Yahya Abdurrahman, Asuransi dalam Tinjauan Syariah, hlm. 42).
Sabda Nabi SAW :
العائد في هبته كالكلب يعود في قيئه
“Orang yang menarik kembali hibahnya, sama dengan
anjing yang menjilat kembali muntahannya.” (HR Bukhari,
Muslim, Tirmidzi, Nasa`i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Keenam, karena telah terjadi gharar (ketidaktentuan,
uncertainty) dalam Asuransi Syariah. Sebab peserta tidak tahu dengan
jelas apakah betul perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola, ataukah
sebagai pengelola sekaligus sebagai pemodal ketika perusahaan menginvestasikan
kembali dana premi ke pihak ketiga, dan seterusnya. Peserta juga tak tahu
dengan jelas ke mana perusahaan asuransi akan menginvestasikan dana yang ada,
apakah ke bank, bank konvensional atau bank syariah, ataukah melakukan
re-asuransi ke perusahaan asuransi berikutnya, dan seterusnya. Adanya gharar
ini berarti menegaskan keharaman Asuransi Syariah yang ada saat ini.
Penutup
Dari kajian ringkas di atas, dapat diambil
kesimpulan tegas bahwa asuransi syariah adalah akad yang batil (tidak sah) dan
haram hukumnya. Dengan demikian, sudah seharusnya para pihak (stakeholders)
yang terlibat dalam akad haram ini bertobat dan kembali kepada kebenaran (ruju’ ilal haq) dengan ikhlas, baik pemerintah, MUI, dunia
bisnis asuransi, maupun masyarakat. Marilah kita bertaubat, sebelum kita
menjadi makhluk tersesat dengan memakan harta yang batil atas nama syariah ! Astaghfirullaahal’azhiem.
Fungsi
utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan resiko (risk
transfer mechanism), yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak (tertanggung)
kepada pihak lain (penanggung). Pengalihan resiko ini tidak berarti
menghilangkan kemungkinan misfortune, melainkan pihak penanggung menyediakan
pengamanan finansial (financial security) serta ketenangan (peace of mind) bagi
tertanggung. Sebagai imbalannya, tertanggung membayarkan premi dalam jumlah
yang sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi kerugian yang mungkin
dideritanya (Morton:1999).
Sejarah syaria’ah
Asuransi syariah di
Indonesia sendiri mulai lahir tahun 1994, dengan berdirinya Asuransi Takaful
Indonesia pada 25 Agustus 1994 dengan produk Asuransi Takaful Keluarga (life insurance). Sejak
saat itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain lahir, seperti
asuransi syariah “Mubarakah” (1997), serta berbagai unit asuransi syariah dari
asuransi konvensional, seperti : MAA Assurance (2000), Asuransi Great Eastern
(2001), Asuransi Bumiputera (2003), Asuransi Beringin Jiwa Sejahtera (2003),
Asuransi Tripakarta (2002), Asuransi Jasindo Takaful (2003), Asuransi Binagria
(2003), Asuransi Bumida (2003), Asuransi Staci Jasa Pratama (2004), Asuransi
Central Asia (2004), Asuransi Adira Syariah (2004), Asuransi BNI Jiwasraya
Syariah (2004), Asuransi Sinar Mas (2004), dan sebagainya. Sampai Mei 2008,
sudah hadir 41 perusahaan asuransi syariah di Indonesia, 3 perusahaan
re-asuransi syariah, dan 6 broker asuransi dan re-asuransi syariah.[1]
Tulisan ini
bertujuan menunjukkan bahwa asuransi syariah yang ada sesungguhnya tidak sesuai dengan syariah,
karena banyak mengandung penyimpangan-penyimpangan syariah (mukhalafat syar’iyah)
yang sangat fatal.
Hukum Asuransi
Hukum Asuransi
menurut Islam berbeda antara satu jenis dengan lainnya, adapun rinciannya
sebagai berikut :
Pertama : Ansuransi Ta'awun
1.
Asuransi
Ta'awun
termasuk akad tabarru' (sumbangan suka rela) yang bertujuan untuk saling
bekersama di dalam mengadapi marabahaya, dan ikut andil di dalam memikul
tanggung jawab ketika terjadi bencana. Caranya adalah bahwa beberapa orang menyumbang
sejumlah uang yang dialokasikan untuk kompensasi untuk orang yang terkena
kerugian. Kelompok asuransi ta'awun ini tidak bertujuan komersil maupun mencari
keuntungan dari harta orang lain, tetapi hanya bertujuan untuk meringankan ancaman bahaya
yang akan menimpa mereka, dan berkersama di dalam menghadapinya.
2.
Asuransi
Ta'awun ini
bebas dari riba, baik riba fadhal, maupun riba nasi'ah, karena memang akadnya
tidak ada unsure riba dan premi yang dikumpulkan anggota tidak diinvestasikan
pada lembaga yang berbau riba.
3.
Ketidaktahuaan
para peserta asuransi mengenai kepastian jumlah santunan yang akan diterima
bukanlah sesuatu yang berpengaruh, karena pada hakekatnya mereka adalah para
donatur, sehingga di sini tidak mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan dan
perjudian.
4.
Adanya
beberapa peserta asuransi atau perwakilannya yang menginvestasikan dana yang
dikumpulkan para peserta untuk mewujudkan tujuan dari dibentuknya asuransi ini,
baik secara sukarela, maupun dengan gaji tertentu.
Kedua : Asuransi Sosial
Begitu juga
asuransi sosial hukumnya adalah diperbolehkan dengan alasan sebagai berikut :
1.
Asuransi
sosial ini tidak termasuk akad mu'awadlah ( jual beli ), tetapi merupakan
kerjasama untuk saling membantu.
2.
Asuransi
sosial ini biasanya diselenggarakan oleh Pemerintah. Adapun uang yang dibayarkan
anggota dianggap sebagai pajak atau iuran, yang kemudian akan diinvestasikan
Pemerintah untuk menanggulangi bencana, musibah, ketika menderita sakit ataupun
bantuan di masa pensiun dan
hari tua dan sejenisnya, yang sebenarnya itu adalah tugas dan kewajiban
Pemerintah. Maka dalam akad seperti ini tidak ada unsur riba dan perjudian.
Ketiga : Asuransi Bisnis atau Niaga
Adapun untuk
Asuransi Niaga maka hukumnya haram. Adapun dalil-dalil diharamkannya Asuransi
Niaga ( Bisnis ), antara lain sebagai berikut [6] :
Pertama: Perjanjian Asuransi
Bisnis ini termasuk dalam akad perjanjian kompensasi keuangan yang bersifat
spekulatif, dan karenanya mengandung unsur gharar yang kentara. Karena pihak
peserta pada saat akad tidak mengetahui secara pasti jumlah uang yang akan dia
berikan dan yang akan dia terima. Karena bisa jadi, setelah sekali atau dua
kali membayar iuran, terjadi kecelakaan sehingga ia berhak mendapatkan jatah
yang dijanjikan oleh pihak perusahaan asuransi. Namun terkadang tidak pernah
terjadi kecelakaan, sehingga ia membayar seluruh jumlah iuran, namun tidak
mendapatkan apa-apa. Demikian juga pihak perusahaan asuransi tidak bisa
menetapkan jumlah yang akan diberikan dan yang akan diterima dari setiap akad secara terpisah.
Dalam hal ini, terdapat hadits Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata :
َ
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ
وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
" Rasulullah
saw melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual beli dengan melempar
kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur penipuan." ( HR Muslim, no :
2787 )
Kedua: Perjanjian Asuransi
Bisnis ini termasuk bentuk perjudian ( gambling ), karena mengandung unsur
mukhatarah ( spekulasi
pengambilan resiko ) dalam kompensasi uang, juga mengandung ( al ghurm ) merugikan
satu pihak tanpa ada kesalahan dan tanpa sebab, dan mengandung unsur
pengambilan keuntungan tanpa imbalan atau dengan imbalan yang tidak seimbang.
Karena pihak peserta ( penerima asuransi ) terkadang baru membayar sekali iuran
asuransi, kemudian terjadi kecelakaan, maka pihak perusahaan terpaksa
menanggung kerugian karena harus membayar jumlah total asuransi tanpa imbalan.
Sebaliknya pula, bisa jadi tidak ada kecelakaan sama sekali, sehingga pihak
perusahaan mengambil keuntungan dari seluruh premi yang dibayarkan seluruh
peserta secara gratis. Jika terjadi ketidakjelasan seperti ini, maka akad
seperti ini termasuk bentuk perjudian yang dilarang oleh Allah swt, sebagaimana
di dalam firman-Nya :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ
وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
"Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib de-ngan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan." ( QS. Al-Maidah: 90).
Ketiga: Perjanjian Asuransi
Bisnis itu mengandung unsur riba fadhal dan riba nasi'ah sekaligus. Karena
kalau perusahaan asuransi membayar konpensasi kepada pihak peserta (penerima
jasa asuransi) , atau kepada ahli warisnya melebihi dari jumlah uang yang telah
mereka setorkan, berarti itu riba fadhal. Jika pihak perusahaan membayarkan
uang asuransi itu setelah beberapa waktu, maka hal itu termasuk riba nasi'ah.
Jika pihak perusahaan asuransi hanya membayarkan kepada pihak nasabah sebesar
yang dia setorkan saja, berarti itu hanya riba nasi'ah. Dan kedua jenis riba
tersebut telah diharamkan berdasarkan nash dan ijma' para ulama.
Keempat: Akad Asuransi
Bisnis juga mengandung unsur rihan ( taruhan ) yang diharamkan.
Karena mengandung unsur ketidakpastian, penipuan, serta perjudian. Syariat
tidak membolehkan taruhan kecuali apabila menguntungkan Islam, dan mengangkat
syiarnya dengan hujjah dan senjata. Nabi saw telah memberikan keringanan pada
taruhan ini secara terbatas pada tiga hal saja, sebagaimana dalam hadits Abu
Hurairah ra, bahwasnya Rasulullah saw bersabda :
لَا
سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ
" Tidak ada perlombaan kecuali dalam
hewan yang bertapak kaki ( unta ), atau yang berkuku (
kuda ), serta memanah." ( Hadits Shahih
Riwayat Abu Daud, no : 2210 )
Asuransi tidak
termasuk dalam kategori tersebut, bahkan tidak mirip sama sekali, sehingga
diharamkan.
Kelima: Perjanjian Asuransi
Bisnis ini termasuk mengambil harta orang tanpa imbalan. Mengambil harta tanpa
imbalan dalam semua bentuk perniagaan itu diharamkan, karena termasuk yang
dilarang dalam firman Allah:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ
تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.An-Nisa': 29).
Keenam: Perjanjian Asuransi
Bisnis itu mengandung unsur mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh
syara'. Karena pihak perusahaan asuransi tidak pernah menciptakan bahaya dan
tidak pernah menjadi penyebab terjadinya bahaya. Yang ada hanya sekedar bentuk
perjanjian kepada pihak peserta penerima asuransi, bahwa perusahaan akan bertanggungjawab
terhadap bahaya yang kemungkinan akan terjadi, sebagai imbalan dari sejumlah
uang yang dibayarkan oleh pihak peserta penerima jasa asuransi. Padahal di sini
pihak perusahaan asuransi tidak melakukan satu pekerjaan apapun untuk pihak
penerima jasa, maka perbuatan itu jelas haram.
Asuransi itu haram
dalam segala macam bentuknya temasuk asuransi jiwa
Pendapat ini
dikemukakan oleh Sayyid Sabiq Abdullah al-Qalqii Yusuf Qardhawi dan Muhammad
Bakhil al-Muth’i .Alasan-alasan yg mereka kemukakan ialah
1.
Asuransi
sama dgn judi
2.
Asuransi
mengandung ungur-unsur tidak pasti.
3.
Asuransi
mengandung unsur riba/renten.
4.
Asurnsi
mengandung unsur pemerasan krn pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan
pembayaran preminya akan hilang premi yg sudah dibayar atau di kurangi.
5.
Premi-premi
yg sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
6.
Asuransi
termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
7.
Hidup
dan mati manusia dijadikan objek bisnis dan sama halnya dgn mendahului takdir
Allah.
8.
Asuransi
di perbolehkan dalam praktek seperti sekarang Pendapat kedau ini dikemukakan
oleh Abd. Wahab Khalaf Mustafa Akhmad Zarqa Muhammad Yusuf Musa dan Abd. Rakhman
Isa . Mereka beralasan
9.
Tidak
ada nash yg melarang asuransi.
10. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua
belah pihak.
11. Saling menguntungkan kedua belah
pihak.
12. Asuransi dapat menanggulangi
kepentingan umum sebab premi-premi yg terkumpul dapat di investasikan utk proyek-proyek
yg produktif dan pembangunan.
13. Asuransi termasuk akad mudhrabah
14. Asuransi termasuk koperasi .
15. Asuransi di analogikan dgn sistem
pensiun seperti taspen.
16. Asuransi yg bersifat sosial di
perbolehkan dan yg bersifat komersial diharamkan Pendapat ketiga ini dianut
antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah . Alasan kelompok ketiga ini sama dgn
kelompok pertama dalam asuransi yg bersifat komersial dan sama pula dgn alasan
kelompok kedua dalam asuransi yg bersifat sosial . Alasan golongan yg
mengatakan asuransi syubhat adl krn tidak ada dalil yg tegas haram atau tidak
haramnya asuransi itu.
A. Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah
Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i,
jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam.
Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
- Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”
- Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
- Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
- Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
- Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
- Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.
B. Ciri-ciri asuransi syari’ah Asuransi
syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah Sbb:
- Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.
- Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
- Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.
- Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba.
- Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.
C. Manfaat asuransi syariah. Berikut ini
beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam menggunakan asuransi syariah, yaitu:
- Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.
- Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam salimg tolong menolong.
- Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.
- Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu pihak.
- Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
- Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.
- Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.
- Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi(bekerja).
Unsur
Perbedaan
|
Asuransi
Syariah
|
Asuransi
Konvensional
|
Dewan pengawas syariah(DPS)
|
Ada DPS yang berfungsi untuk mengawasi prinsip oprasional yang digunakan,
produk yang ditawarkan, dan investasi dana
|
Tidak ada DPS
|
Akad
|
Takaful(saling meminjam atau saling
menolong) di antara peserta asuransi
|
Tabadili (tukar-menukar dan jual beli) antara
peserta asuransi dengan perusahaan asuransi
|
Investasi Dana
|
Dengan dasar syariah dengan prinsip bagi hasil( mudharabah dan
musyarokah) serta murabahah, al-bai’bi tsaman ajil, salam, istisna,
pengembangan akad ijarah
|
Berdasarkan prinsip bunga
|
Kepemilikan Dana
|
Dan yang terkumpul dari peserta tetap milik peserta, sedang perusahaan
asuransi hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya.
|
Dana yang terkumpul dari peserta menjadi milik perusahaan asuransi.
Perusahaan bebas menentukan investasinya
|
Pembiaya klaim
|
Dari rekening peserta, rekening tabarru’(dana kebijakan)
seluruh peserta, yang sejak awal sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong
menolong bila terjadi musibah, serta bagi hasil investasi.
|
Dari rekening dana perusahaan
|
Keuntungan(profit)
|
Dibagi antara perusahaan asuransi dengan peserta( sesuai prinsip bagi
hasil)
|
Selanjutnya milik perusahaan
|
Pengelolaan
1. Pengelolaan asuransi syariah hanya
boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.
2. Perusahaan asuransi syariah memperoleh
bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah
(mudarabah).
3. Perusahaan asuransi syariah memperoleh ujrah
(fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).
Lengkap bgt mbak... Makasih🙏😄
BalasHapusIya, lengkap banget. Sangat berguna. Super sekali mbak. Terima kasih
BalasHapusCara mencari bagi hasil dari contoh soal takaful dana haji gimana?
BalasHapusmohon jawabannya,cara perhitungan bagi hasil bagaimana caranya ya ?
BalasHapus