GENERALISASI
1.
Pengertian
Generalisasi
Generalisasi dalam
ilmu mantiq disebut istiqro' atau istinbat). Generalisasi adalah istidlal yang
di dasarkan atas memepelajari terhadap sesuatu yang kecil dengan
sunggug-sungguh darinya aqal bisa mengambil kesimpulan umum.[1] Atau yang lebih
umum mengenai Generalisasi adalah
proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju
kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena
individual yang diselidiki. [2] Dengan begitu, hukum yang disimpulkan dari
fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki, oleh
karena itu, hukum yang dihasilkan oleh penalaran generalisasi tidak pernah
sampai kepada kebenaran pasti tetapi hanya sampai kepada kebenaran kemungkinan
besar.
Di dalam buku
Logika, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah
fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena
sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. (Mundiri, 1994:127)
Menurut Gorys
Keraf dalam buku Argumentasi dan Narasi, Generalisasi adalah suatu proses
penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan
suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi.
(GorysKeraf, 1994:43)
Sama halnya dalam
buku Dasar-dasar Logika yang menyatakan bahwa generalisasi adalah suatu
penalaran yang menyimpulkan suatu kesimpulan bersifat umum dari premis-premis
yang berupa proposisi empiris.
Generalisasi secara sederhana
adalah menempatkan semua masalah setipe pada opini yang sama. Generalisasi
merupakan pengungkapan opini terhadap masalah secara pragmatis, tidak mau
menelaah bahwa setiap masalah belum tentu mempunyai kondisi sama alias mungkin
berbeda. Berbagai pengertian generalisasi :
Ø Generalisasi adalah perluasan suatu
aplikasi yang meliputi suatu daerah object yang lebih besar dengan jenis yang
berbeda atau jenis yang sama.
Ø Generalisasi adalah berhubungan
dengan bagaimana satu orang yang mempunyai ciri dan sifat yang berdekatan
digeneralisasikan dengan melekatkan pada ciri-ciri yang sama.
Ø Penalaran
yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-premis yang
berupa proposisi empirik itu disebut generalisasi
Ø Generalisasi dalam kamus
bahasa Indonesia:
1. Perihal membentuk gagasan
atau simpulan umum dari suatu kejadian, hal, dsb.
2. Perihal membuat suatu gagasan
lebih sederhana daripada yang sebenarnya (panjang lebar dsb).
3. Perihal membentuk gagasan
yang lebih kabur.
4. Penyamarataan
v
Contoh
dari generalisasi :
1.
aluminium jika dipanaskan akan memuai
2.
besi jika dipanaskan akan memuai
3.
tembaga jika dipanaskan akan memuai
4.
nikel jika dipanaskan akan memuai
Generalisasinya
yaitu semua logam jika dipanaskan akan memuai.
2.
Macam-macam Generalisasi
Dari segi kuantitas fenomena yang
menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.
Generalisasi sempurna adalah
generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Contoh: sensus penduduk.
2.
Generalisasi tidak sempurna atau
sebagian adalah generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian
fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum
diselidiki Generalisasi tidak
sempurna ini tidak menghasilkan kesimpulan sampai ke tingkat pasti sebagaimana
generalisasi sempurna, tetapi corak generalisasi ini jauh lebih praktis dan
lebih ekonomis dibandingkan dengan generalisasi sempurna. Contoh: Hampir seluruh pria
dewasa di Indonesia senang memakai celana pantaloon.
Ø Prosedur pengujian generalisasi tidak sempurna
Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan
kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar.
Prosedur pengujian atas generalisasi tersebut adalah :
1. Jumlah
sampel yang diteliti terwakili.
2. Sampel harus
bervariasi.
3. Mempertimbangkan
hal-hal yang menyimpang dari fenomena umum/ tidak umum.
Jika kita berbicara tentang generalisasi
tidak sempurna, yang
dimaksud adalah generalisasi tidak sempurna. Karena populernya generalisasi ini
oleh para ahli logika disebut sebagai induksi
tidak sempurna untuk menyebut bahwa tehnik ini paling banyak digunakan
dalam penyusunan pengetahuan.( Mundiri, 1994 : 129 )
Dari segi sifat yang dimilikinya, induksi
tidak sempurna dibagi 2 macam, dalam kekuatan putusan yang ternyata :
A.
Dalam ilmu alam (sciences) putusan yang tercapai
melalui induksi tidak sempurna ini berlaku umum, mutlak jadi tak ada
kecualinya. Hukum alam berlaku dengan pasti.Hukum alam juga boleh disebut
berlaku umum-mutlak (dalam lingkungan alam itu). Hukum kepastian dan kemutlakan
ini hanya berlaku dalam bidang alamiah saja. Contoh : hukum air mengenai
pembekuannya. “Air akan membeku jika didinginkan” Dan ilmu tidak ragu-ragu
untuk meramalkan tentang pembekuan air ini karena bersifat pasti dan mutlak.
B.
Jika ilmu mempunyai obyek yang terjadinya biasa
kena pengaruh dari manusia yang sedikit banyaknya dapat ikut menentukan
kejadian-kejadian yang menjadi pandangan-pandangan ilmu, maka lain pula halnya.
Ilmunya disebut ilmu sosial serta obyek penyelidikannya mungkin terpengaruhi
oleh kehendak manusia.Kalau pada prinsipnya hukum alam tidak ada
pengecualiannya maka hukum-hukum pada ilmu sosial ini selalu ada kemungkinan
kekecualiannya. (Poedjawijatna, 2004:73-75). Contoh : mahasiswa kosma H2, ada
yang suka makan pecel, malahan banyak yang suka makan pecel tetapi jangan
segera diambil putusan umum, bahwa mahasiswa kosma H2 itu semuanya suka makan
pecel. Suka atau tidak suka makan pecel itu sama sekali bukan sifat mutlak
manusia di mana pun juga.
3.
Bentuk-bentuk
Generalisasi
Generalisasi
juga bisa dibedakan dari segi bentuknya ada 2, yaitu : loncatan induktif dan
yang bukan loncatan induktif. (Gorys Keraf, 1994 : 44-45).
1.
Loncatan Induktif
Generalisasi yang
bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang
digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Fakta-fakta tersebut
atau proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudahmewakiliseluruh
persoalan yang diajukan. Contoh : Bila ahli-ahli filologi Eropa berdasarkan
pengamatan mereka mengenai bahasa-bahasa Ido-German kemudian menarik suatu
kesimpulan bahwa di dunia terdapat 3.000 bahasa.
2.
Tanpa Loncatan Induktif. Sebuah generalisasi
bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan menyakinkan, sehingga tidak
terdapat peluang untuk menyerang kembali. Misalnya, untuk menyelidiki bagaimana
sifat-sifat orang Indonesia pada umumnya, diperlukan ratusan fenomena untuk
menyimpulkannya.
4.
Prinsip Generalisasi
Prisip generalisasi adalah suatu bentuk umum dari suatu kesatuan yang
khusus.
Contoh : lamda p.B’
Dimana
lamda menyatakan suatu abstrak yang menandakan generalisasi B jika p dipanggil
oleh suatu parameter B’.
6.
Prinsip
generalisasi tergantung pada prinsip analogi. Generalisasi dan abstrak sering
digunakan bersama-sama. Abstrak digeneralisasi dengan parameterisasi untuk
mendapatkan manfaat yang lebih besar. Di dalam parameterisasi satu atau lebih
bagian dari suatu kesatuan dapat digantikan dengan suatu nama baru. Nama yang
digunakan sebagai suatu parameter ketika abstrak yang telah diparameterkan
dilibatkan dengan suatu binding parameter disebut argumentasi.
5.
Syarat-syarat Generalisasi
Menurut Soekadijo, generalisasi
yang baik harus memenuhi 3 syarat, antara lain :
A.
Generalisasi yang sebenarnya harus memenuhi tiga
syarat sebagai berikut: Generalisasi harus tidak terbatas pada numerik.
Artinya, generalisasi tidak boleh terikat dengan kepada jumlah tertentu. Kalau
dikatakan bahwa ” semua A adalah B ”, maka proposisi itu harus benar, berapa
pun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subyek yang memenuhi
kondisi A.
Contohnya : Semua
perempuan adalah cantik
B.
Generalisasi harus tidak terbatas secara
spasio-temporal, artinya, tidak boleh terbatas pada ruang dan waktu. Jadi harus
berlaku di mana saja dan kapan saja.
Contohnya : Semua
dosen adalah orang terpelajar
C.
Generalisasi harus dapat dijadikan dasar
pengandaian. Yang dimaksud dengan ’dasar pengandaian’ di sini ialah: dasar dari
yang disebut ”contrary-to-facts conditionals” atau ”unfulfilled conditionals”.
Rumusnya :
Faktanya : x, y, dan z itu masing-masing bukan B
Ada generalisasi : Semua A adalah B
Pengandaiannya : andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata lain, andaikata x, y, dan z itu masing-masing memenuhi atau sama kondisiya dengan A, maka pastilah x, y, dan z itu masing-masing sama dengan B. ( Soekadijo, 1991 : 134-135 )
Contohnya :
Faktanya : Sofan, Syaiful dan Budi itu bukan perempuan
Generalisasi : Semua yang cantik adalah perempuan
Pengandaiannya : Andaikata Sofan, Syaiful dan Budi itu cantik, maka pastilah Sofan, Syaiful dan Budi itu perempuan.
Faktanya : x, y, dan z itu masing-masing bukan B
Ada generalisasi : Semua A adalah B
Pengandaiannya : andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata lain, andaikata x, y, dan z itu masing-masing memenuhi atau sama kondisiya dengan A, maka pastilah x, y, dan z itu masing-masing sama dengan B. ( Soekadijo, 1991 : 134-135 )
Contohnya :
Faktanya : Sofan, Syaiful dan Budi itu bukan perempuan
Generalisasi : Semua yang cantik adalah perempuan
Pengandaiannya : Andaikata Sofan, Syaiful dan Budi itu cantik, maka pastilah Sofan, Syaiful dan Budi itu perempuan.
Dalam fungsinya generalisasi
mempertahankan nilai-nilai yang bebas konteks dan nilai-nilai tersebut terletak
kepada kemampuan mengatur usaha meramalkan dan mengontrol.
Namun adanya kelemahan
terhadap konsep generalisasi klasik :
A. bergantung pada determinisme.
B. bergantung pada logika
induktif.
C. bergantung kepada asumsi
bebas dari waktu dan konteks.
D. terjerat dalam dilemma
nomotetik-ideografik.
E. terjerat dalam kekeliruan reduksionis.
Sedangkan dalam generalisasi
alamiah ada dua jenis yaitu pertama rasionalstik secara proporsional dalam
bentuk hokum, kedua yang lebih intuitif dan empiris.
6.
Pengujian
Terhadap generalisassi
Dalam buku Logika
Scientifika, dijelaskan bahwa untuk menentukan generalisasi yang sehat, kita
harus menerapkan tiga buah cara pengujian adalah sebagai berikut :
1.
Apakah kita telah mempertimbangkan hal-hal atau
kejadian-kejadian dari kelompok yang diuji dalam jumlah secukupnya? Orang harus
seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi (mencapai kemungkinan
probabilitas) dapat dipercaya. Dan kemungkinan tersebut harus muncul karena
didasarkan contoh-contoh yang cukup. Apabila yang dipersoalkan unsur-unsur yang
tidak dapat ditentukan, misalnya manusia, maka hanya akan membuat generalisasi
yang terburu-buru.
Maka hendaknya orang
waspada terhadap generalisasi, seperti :
- semua orang laki-laki sama saja
- orang yang selalu ke masjid tidak mungkin jadi komunis
- barang siapa memuji Marx adalah komunis
- semua orang kaya kikir dan materialis.
- semua orang laki-laki sama saja
- orang yang selalu ke masjid tidak mungkin jadi komunis
- barang siapa memuji Marx adalah komunis
- semua orang kaya kikir dan materialis.
Pernyataan-pernyataan
semacam ini mudah dan cepat sekali beredar. Akan tetapi, pemikir yang kritis
akan selalu mendesak untuk mengujinya terlebih dahulu guna melihat adakah
pernyataan-pernyataan semacam itu memiliki bukti faktualnya sebelum menerimanya.
2. Adakah hal-hal atau kejadian-kejadian yang diuji merupakan sample yang
cukup dari seluruh kelompok yang dipertimbangkan? Orang hendaknya melihat
adakahsample yang diselidiki cukup representatif mewakili kelompok yang
diperiksa. Apabila tidak, agak sulitlah untuk memperoleh hasil yang seksama.
3. Ada kekecualian dalam kesimpulan umum?Apabila ada kekecualian, apakah
juga diperhitungkan dan diperhatikan dalam membuat dan melancarkan
generalisasi?
Apabila jumlah kekecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat membuat generalisasi. Tetapi jika hanya terdapat beberapa kekecualian, kita masih dapat membuat generalisasi, asalkan selalu waspada dan hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata seperti : semua, setiap, tiap-tiap dalam generalisasi. Kata-kata seperti ini hendaknya diganti dengan istilah : pada umumnya, kebanyakan, menurut garis besarnya. Meskipun yang terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun cukup merupakan bentuk pemikiran yang sehat dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari. ( Poespoprodjo, 1999 : 240-242 )
Apabila jumlah kekecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat membuat generalisasi. Tetapi jika hanya terdapat beberapa kekecualian, kita masih dapat membuat generalisasi, asalkan selalu waspada dan hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata seperti : semua, setiap, tiap-tiap dalam generalisasi. Kata-kata seperti ini hendaknya diganti dengan istilah : pada umumnya, kebanyakan, menurut garis besarnya. Meskipun yang terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun cukup merupakan bentuk pemikiran yang sehat dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari. ( Poespoprodjo, 1999 : 240-242 )
7. Evaluasi Terhadap Generalisai
Adapun menurut
buku Logika, untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk
dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi sebagai berikut:
1.
Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif
cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat
kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak boleh menyatakan bahwa dua kali
jumlah fenomena individual akan menghasilkan dua kali kadar keterpercayaan. Misalnya
: Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu titik darinya. Atau
untuk menentukan kadar kejernihan air sebuah sungai cukup satu gelas saja. Tetapi sebaliknya, untuk menentukan
faktor dominan apakah yang menjadi sebab sebuah kejahatan tidak cukup
mendasarkan kepada beberapa orang saja.
2.
Apakah sample yang digunakan cukup bervariasi?
Semakin banyak variasi sample, semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan. Misalnya
: Untuk menentukan kadar minat dan kesadaran berkoperasi sebagai sistem ekonomi
yang diharapkan bagi bangsa Indonesia, harus diteliti dari berbagai suku
bangsa, berbagai lapisan penghidupan, berbagai pendidikdn dan berbagai usia.
3.
Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan
hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak.
Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama jika kekecualian
itu cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar tidak mungkin
diadakan generalisasi. Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan,
semakin kuat kesempatan yang dihasilkan.Misalnya : Bila kekecualian sedikit
jumlahnya harus dirumuskan dengan hati-hati, kata-kata seperti : semua, setiap,
selalu, tidak pernah, selamanya dan sebagainya harus dihindari. Pemakaian kata
: hampir seluruhnya, sebagian besar, kebanyakan ; harus didasarkan atas pertimbangan
rasional yang cermat.
4.
Apakah kesimpulan yang disimpulkan konsisten
dengan fenomena individual. Kesimpulan yang dirumuskan haruslah merupakan
konsekuen logis dari fenomena yang dikumpulkan, tidak boleh memberikan tafsiran
menyimpang dari data yang ada. Misalnya : Penyelidikan tentang faktor utama
penyebab rendahnya prestasi akademik mahasiswa IAIN. Apabila data setiap
individu dari sampel yang diselidiki ditemukan faktor-faktor lemahnya
penguasaan bahasa asing, miskin literatur, kurang berdiskusi serta terlalu
banyaknya jenis mata kuliah.Lalu, disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi
itu adalah lemahnya penguasaan bahasa asing dan miskin literatur, ini tidak
merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang dikumpulkan.Semakin banyak
faktor analogik ditinggalkan, semakin lemah kesimpulan yang dihasilkan. (
Mundiri, 1994 : 135-136 )